Minggu, 19 April 2015

Does Indonesia Really Need The National Car Project?



In the middle of the various unresolved multidimensional problems attack, Indonesian people now face a new issue that shook the media coverage in the nation. The Indonesian government has recently launched the national car program, which is in the program, ironically they signed an agreement with Malaysia, a country that is considered 'noisy neighbors' by most of Indonesian society (Nashrillah 2015). Actually, when viewed from economic standpoint, Indonesia has the competence to run the program. However, multidimensional crisis experienced by Indonesia makes this country should postpone to implement this national car program. In other words, Indonesia is not ready enough to produce the national car.
                As a country with very large population, number of the middle class people that increasingly dominant, as well as people's incomes are rising gradually, Indonesia must have the automotive industry that has the label 'national' or belonging to Indonesia with various attributes. The country with automotive industries would have some potential benefit because the sector becomes the growth driving factor for the national economy progress. The automotive industry was promoted as a sector that is resistant to the global dynamics of the regional economy. It is said that automotive manufacture gives great effect to the creation of employment and the increase in purchasing power.
                There is an interesting phenomenon seen from this condition. Through the lens of development, perhaps political views realized with products that sounds 'national' are no longer have a place in the hearts of the people. For a rational society, the most important to them is a useful product with the appropriate fee to the purchasing power. Nationalism is no longer manifested in physical form because people have realized that the production of goods nowadays is done with the global supply chain system. Transportation experts have become apathy with the government plans that look like paradoxical policies. When efforts to encourage the use of public transport seem unprogressive, efforts to rationalize the use of private vehicles even get stuck as they go.
                In other opinion, considering to postpone this program is better to do by the government for some reasons. According to Dewa Yuniardi, an auotomotive analyst, producing car is not just about making designs and prototypes, but it also needs huge budget and the government needs to prepare market maturity, in order to make the national car absorbed by the market well. In addition, the production must suit its production capacity and set competitive price (Nashrillah 2015).
                Besides the unreadiness problem, the other reason to postpone this national car project is that persuading the people to have a car is not reasonable considering the not-good-enough traffic systems in Indonesia, especially in big city like Jakarta. When people buy car, simply the traffic will be more crowded with cars, because they will probably use their cars and won’t let them idle. The increasing number of cars on the road will simply increase the traffic jam. For this reason, the government is expected to recreate a better public transportation system more than making more cars. These arguments are enough to say no for the national car program.









Nashrillah, F 2015, ‘Kenapa Mobil Nasional Tidak Siap Diproduksi’, Tempo.co Bisnis, 9 Feb 2015, accessed 2 March 2015, <http://www.tempo.co/read/news/2015/02/09/090640990/Kenapa-Mobil-Nasional-Tidak-Siap-Diproduksi>.
Parikesit, D 2015, ‘Menyoal Mobil Nasional Indonesia’, Metrotvnews.com, 10 Feb 2015, accessed 2 March 2015,<http://news.metrotvnews.com/read/2015/02/10/356415/menyoal-mobil-nasional-indonesia>

Rabu, 30 April 2014

Engineer dan Ilmuwan Muslim, Bangkitlah!

Sering kita mendengar istilah ilmuwan, yaitu orang-orang yang mempelajari fenomena yang terjadi di alam semesta. Dan juga kita tidak asing dengan istilah engineer atau biasa disebut insinyur dalam bahasa Indonesia. Mereka adalah orang-orang mengolah akal mereka, memproses hal-hal yang mereka tangkap dari alam sekitar, merumuskan masalah yang dialami oleh lingkungan mereka dan juga menciptakan solusi bagi masalah yang dihadapi. Suatu bangsa jika ingin memperoleh kemajuan, maka bangsa tersebut harus mampu memanfaatkan potensi dari para engineer dan ilmuwan mereka. Ilmuwan maupun engineer tidak bisa dipisahkan satu sama lain, bagaikan ilmu dengan amal. Ilmu para ilmuwan jika tidak ‘diamalkan’ oleh para engineer tentu saja hanya akan menjadi pengetahuan semata dan tidak memberikan pengaruh yang terlalu besar bagi kemajuan bangsa. Sebaliknya, engineer harus memiliki ilmu yang diperoleh dari para ilmuwan agar mereka mampu ‘beramal’ dengan menciptakan sesuatu bagi bangsa mereka. Sinergi antara engineer dan ilmuwan akan mampu menciptakan sebuah kemajuan dan akan mampu memberikan perbaikan dalam kehidupan manusia. Salah satu peradaban dunia yang sudah membuktikan hal tersebut ialah peradaban Islam. Kita semua pasti pernah mempelajari matematika. Apa yang kita pelajari di sana? Geometri, kalkulus, trigonometri, aljabar, atau bilangan. Banyak teori yang dipelajari, dan kita tahu bahwa orang-orang yang mengeluarkan teori dan hukum-hukum dalam matematika kebanyakan adalah orang-orang Barat, yang sayangnya sebagian besar dari mereka adalah bukan orang Islam. Namun pernahkah Anda mendengar bahwa kata “aljabar” diambil dari nama sebuah kitab yang berjudul Al jabru wal muqabalah, yang ditulis oleh seorang ilmuwan Islam bernama Al Khawarizmi? Bahkan, sistem bilangan Arab yang menggantikan bilangan Romawi, dan juga angka 0 (nol) ditemukan oleh ilmuwan-ilmuwan Islam. Kita sebagai umat Islam tentu saja merasa dibodohi namun juga bangga, karena fakta yang kita terima selama ini berkata bahwa penemuan-penemuan tersebut merupakan hasil pemikiran para ilmuwan non-Islam, dan sekarang kita tahu bahwa itu semua adalah hasil karya orang Islam. Sekarang mari kita ulas bidang ilmu yang lain. Pernah mendengar nama Avicenna? Tidak terdengar seperti nama orang Islam, bukan? Namun sesungguhnya nama tersebut hanyalah pengucapan orang-orang Barat untuk menyebut nama Ibnu Sina, seorang ilmuwan Islam yang hebat dalam bidang kedokteran. Kitabnya yang berjudul Qanun fii ath-thiib (Dasar-dasar Pengobatan), membahas banyak sekali masalah-masalah dalam dunia kedokteran seperti penyakit dan penyebabnya, anatomi manusia, hingga cara pengobatan penyakit. Pada masa lalu, kitab tersebut telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan bahkan menjadi pustaka referensi utama bagi para akademisi kedokteran di seluruh dunia selama berabad-abad. Masih sangat banyak tokoh-tokoh ilmuwan dan engineer Islam yang belum tercantum dalam tulisan ini. Satu hal yang menarik dari fakta-fakta tersebut, kita tentu tahu bahwa pada masa lalu belum ada teknologi secanggih saat ini, bahkan jumlah buku yang dijadikan referensi masih belum sebanyak yang kita jumpai saat ini. Tetapi mereka, para ilmuwan Islam telah mampu merumuskan masalah-masalah tersebut dan membuatnya bisa dipelajari banyak orang, bahkan ilmu dan hasil karya mereka masih dipakai hingga saat ini. Tentunya akan muncul suatu pertanyaan dalam benak Anda, bagaimana bisa mereka melakukannya? Apa yang mendorong mereka sehingga mampu menghasilkan karya-karya monumental tersebut? Menurut penulis, jawaban terhadap pertanyaan di atas akan sangat mengejutkan bagi sebagian orang, dan semoga setelah kita mengetahui jawabannya, kita akan menjadi lebih bersemangat untuk menjadi orang-orang yang monumental seperti mereka. Jawaban dari pertanyaan tersebut ternyata berasal dari sumber yang sesungguhnya sangat dekat dengan kita, namun kita sendiri sering melupakannya, meninggalkannya atau bahkan cuek terhadapnya. Kita bisa menemukan jawabannya dalam Al-qur’an, surat Al-Baqoroh ayat kedua, Tuhan kita Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Inilah kitab (Al-qur’an) yang tidak ada keraguan di dalamnya, dan petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.” Inilah yang benar-benar dipahami oleh para ilmuwan dan engineer Islam di masa lampau. Mereka paham bahwa apa yang tertulis di dalam Al-qur’an adalah petunjuk terhadap segala masalah yang dialami manusia di dunia ini, termasuk tentang masalah ilmu pengetahuan. Berangkat dari pemahaman inilah mereka mulai mempelajari dan termotivasi untuk membuktikan kebenaran Al-qur’an. Dengan hidayah dari Allah, mereka pun menemukan banyak hal menakjubkan, dan apa yang mereka temukan ini membuat iman, keyakinan, dan ketaqwaan mereka terhadap Allah meningkat. Akhir-akhir ini, banyak riset dan penelitian oleh para ilmuwan Barat (yang notabene bukan muslim) yang mencoba meneliti kebenaran isi kandungan Al-qur’an, dan hasilnya sama sekali tidak ada yang bertentangan dengan apa yang difirmankan Allah di dalam Al-qur’an. Karena hal tersebut, banyak ilmuwan-ilmuwan yang sebelumnya kafir, menjadi beriman dan masuk Islam karena merasa takjub dengan hasil penemuannya tersebut. Sekarang, yang menjadi persoalan adalah kita umat Islam sendiri, yang lebih dulu memeluk Islam daripada ilmuwan-ilmuwan Barat tersebut, terutama para ilmuwan dan engineer dari umat Islam sendiri. Sudahkah kita memberikan sedikit sumbangsih bagi kemajuan umat manusia? Atau setidaknya kemajuan umat Islam sendiri? Kita telah melihat sendiri bahwa umat Islam saat ini tengah terpuruk, ditambah lagi belum begitu banyak muncul tokoh-tokoh engineer maupun ilmuwan Islam yang pemikiran dan sumbangsihnya sangat dibutuhkan demi mengangkat martabat umat Islam saat ini. Belajar dari sejarah kegemilangan ilmu pengetahuan oleh para ilmuwan dan engineer Islam, kita seharusnya bisa menjadikan diri kita termotivasi untuk menunjukkan karakter yang sudah lama ditanamkan ke dalam diri kita sebagai orang Islam. Sejarah masa lampau tersebut seharusnya menjadi motivasi bagi diri kita untuk bangkit dari keterpurukan dan krisis multidimensional yang tengah dialami di masa modern ini. Sudah semestinya kita ‘mengamalkan’ ilmu yang telah kita pelajari dengan cara menerapkan ide dan gagasannya untuk membangun peradabannya guna mendapatkan kebermanfaatan, dan yang terpenting, menunjukkan perjuangan dakwah Islam dalam bidang keilmuan. Namun untuk merealisasikan ini, para engineer dan ilmuwan wajib untuk berkumpul bersama atau berjamaah, agar apa yang dihasilkan nanti akan memberikan dampak yang menyeluruh. Dalam sebuah buku yang ditulis Ustadz Yusuf Al-Qaradhawi, tertulis sebuah kutipan yang luar biasa dan seharusnya menyadarkan kita semua, Manusia menjadi lemah bila menyendiri dan menjadi kuat dengan jamaahnya. Jamaah merupakan kekuatan untuk menegakkan kebaikan dan ketaatan serta merupakan perisai terhadap kejahatan dan maksiat. Maka pada masa-masa seperti saat inilah, para engineer dan ilmuwan selaku penggerak motor-motor dinamika pengetahuan untuk kemudian saling berkumpul dan mencoba kembali menata peradaban yang pada dasarnya telah ditata oleh para engineer dan ilmuwan terdahulu yang telah menjadi sebuah kepingan tersendiri dalam mengembangkan dakwah di bidang ilmu pengetahuannya masing-masing. Keberjamaahan yang akan menyatukan dan menguatkan pondasi dakwah di bidang keilmuan dan menjadikan sebuah mozaik yang memberikan warna tersendiri di era gegap gempitanya usaha untuk menjadikan pembinaan terhadap masyarakat sebagai jalan dakwah yang harus terus dikaryakan dan dituai keberhasilannya dengan mengharap ridha-Nya. Usaha dakwah melalui ilmu pengetahuan dan teknologi ini harus disertai dengan usaha dakwah mengajak manusia kembali kepada Allah. Coba bayangkan, jika manusia sudah menguasai IPTEK dan kehidupannya menjadi makmur namun mereka lupa akan kewajibannya kepada Allah, maka yang akan turun bukanlah ridha Allah, namun malah peringatan bahkan siksa-Nya. Maka dari itu, engineer dan ilmuwan tidak boleh meninggalkan usaha dakwah mengajak kepada Allah di samping dakwahnya dalam bidan IPTEK. Jika usaha ini berhasil maka tidak diragukan lagi, kejayaan Islam akan segera datang. Akan tercipta suatu tatanan masyarakat yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, peradaban yang penuh kebaikan dalam ampunan Allah. Akhir kata, marilah kita berdoa kepada Allah agar kita semua, calon engineer dan ilmuwan Islam, diberi kemampuan oleh Allah untuk mewujudkan cita-cita kita semua, yaitu mampu mendakwahkan Islam ke seluruh alam sekaligus memakmurkan kehidupan manusia dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Wahai para (calon) engineer dan ilmuwan muslim, bangkitlah! Insya Allah, kita bisa.

Minggu, 17 November 2013

Kehidupan Ini Bagaikan Sebuah Perahu

Tak ada yang tahu siapa aku sebenarnya
Aku tidak pernah merasakan sehampa ini sebelumnya
Dan jika aku membutuhkan seseorang untuk menemaniku,
Siapa yang akan membuatku nyaman, dan menjagaku tetap kuat?
Kita semua mendayung perahu nasib
Ombak terus datang dan kita tak dapat lari
Tapi jika kita tersesat
Ombak itu akan memandumu melewati hari yang lain
Jauh, Aku bernafas, seakan-akan aku tak terlihat
sepertinya aku dalam kegelapan, tapi sebenarnya hanya mataku saja yang ditutup
Aku berdoa sembari menanti hari yang baru
Bersinar terang hingga ke pinggir laut
Tak ada yang tahu siapa aku sebenarnya
Mungkin mereka sama sekali tak peduli
Tapi jika aku membutuhkan seseorang untuk menemaniku
Aku tahu kau akan mengikutiku, dan menjagaku tetap kuat
Hati orang berubah dan mencoba berlepas diri
Bulan dalam perputarannya memandu perahu ini lagi
Dan tiap kali aku memandang wajahmu
Laut yang bergelombang mengangkat hatiku
Kau membuatku ingin mempertahankan dayung ini, dan segera
Aku dapat melihat ombak itu
Oh, Aku dapat melihat ombak itu
Kapankah aku melihat ombak itu?
Aku ingin kau tahu siapa aku sebenarnya
Aku tak pernah mengira aku merasakan hal ini padami
Dan jika kau membutuhkan seseorang untuk menemanimu,
Aku akan mengikutimu, dan menjagamu tetap kuat
Dan perjalanan tetap berlanjut dalam hari-hari yang sepi
Bulan dalam perputarannya yang baru di atas perahu ini
Aku berdoa sembari menanti hari yang baru
Bersinar terang hingga ke pinggir laut
Dan tiap kali aku memandang wajahmu
Laut yang bergelombang mengangkat hatiku
Kau membuatku ingin mempertahankan dayung ini, dan segera
Aku dapat melihat ombak itu
Kita mendayung perahu takdir. Namun, gelombang terus menerjang kita
Tapi, ini tetaplah perjalanan yang mengesankan, kan? Bukankah semuanya perjalanan yang mengesankan?

Sabtu, 16 November 2013

WAHAI JIWA YANG TENANG . . .

"Hai jiwa yang tenang.Kembalilah kepada Tuhamu dengan hati yang puas lagi diridhaiNya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hambaKu. Masuklah ke dalam surgaKu" (QS Al-Fajr :27-30)
Ungkapan lembut tersebut adalah rayuan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang juga disertai ajakan yang provokatif. Bagaimana mungkin kita tidak tergiur dengan rayuan semacam itu?
Kita bisa bekerja dengan keras saat jiwa kita sedang asyik dengan Al-Qur’an. Tetapi di saat yang lain, kita mungkin mengalami kondisi keengganan yang besar, jangankan disuruh menghafal, sekedar melihat mushaf pun sangat tidak siap. Untuk kondisi seperti itu, kita perlu merayu diri sendiri, merenungi kehidupan diri kita sendiri sambil mencari bahasa apa yang dapat membangkitkan energi kita untuk kembali bekerja: meraih cita-cita hidup bersama Al-Qur’an.
Berbagai permasalahan umum pada diri kita saat berinteraksi dengan Al-Qur’an antara lain:
  1. Kita sadar sepenuhnya bahwa tilawah setiap hari adalah keharusan, tetapi jiwa kita belum siap untuk komitmen secara rutin sehingga dalam sebulan, begitu banyak hari-hari yang terlewatkan tanpa tilawah Al-Qur’an.
  2. Kita paham bahwa menghafal Al-Qur’an adalah kemuliaan yang besar manfaatnya, tetapi jiwa kita belum siap untuk meraihnya dengan mujahadah.
  3. Kita sadar bahwa masih banyak ayat yang belum kita pahami, namun jiwa kita tidak siap untuk melakukan berbagai langkah standar minimal untuk dapat memahami isi Al-Qur’an.
  4. Kita sadar bahwa mengajarkan Al-Qur’an sangat besar fadhillahnya, tetapi karena minimnya apresiasi dan penghargaan ummat terhadap para pengajar Al-Qur’an maka sangat sedikit yang siap menjadi pengajar Al-Qur’an.
  5. Kita paham bahwa shalat yang baik - khususnya shalat malam - adalah shalat yang panjang dan sebenarnya kita mampu membaca sekian banyak ayat, namun jiwa kita kadang tidak tertarik terhadap besarnya fadhillah membaca Al-Qur’an di dalam shalat.
  6. Kita sadar bahwa dakwah dijamin oleh nash Al-Qur’an dan Allah Swt akan memberikan kemenangan, namun jiwa kita tidak sabar dengan prosesnya yang panjang sehingga cenderung meninggalkan atau lari dari medan dakwah.
  7. Kita paham betul bahwa banyak keutamaan di dunia dan akhirat bagi manusia yang berinteraksi dengan Al-Qur’an, tetapi fadhillah tersebut hanya menjadi pengetahuan, tidak mampu menghasilkan energi yang besar untuk beristiqamah dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an.
  8. Kita paham dengan sangat jelas bahwa semua tokoh Islam di atas bumi ini adalah orang-orang yang telah berhasil dengan ilmu Al-Qur’an dan merekapun menguasai kehidupan dunia, namun jiwa kita enggan mempersiapkan generasi mendatang yang hidupnya berada di bawah naungan Al-Qur’an.
Jangan pernah berhenti untuk merayu diri agar segera bangkit. Tanyakanlah pada diri kita:
1. Wahai diri, tidakkah kamu malu kepada Allah Swt? Mengaku cinta kepada Allah Swt tetapi tidak merasa senang berinteraksi dengan Kalam-Nya. Bukankah ketika manusia cinta dengan manusia lain, ia menjadi senang membaca suratnya bahkan berulang-ulang? Mengapa kamu begitu berat dan enggap untuk hidup dengan wahyu Allah Swt? Adakah jaminan bahwa kamu mendapat pahala gratis tanpa beramal shalih? Dengan apa lagi kamu mampu meraih pahala Allah Swt? Infak cuma sedikit, jihad belum siap, kalau tidak dengan Al-Qur’an, dengan apa lagi?
2. Wahai jiwaku, siapa yang menjamin keamanan dirimu saat gentingnya suasana akhirat? Padahal Rasulullah Saw menjamin bahwa Allah Swt akan memberikan keamanan bagi manusia yang rajin berinteraksi dengan Al-Qur’an, mulai dari sakaratul maut hingga saat melewati shirat.
3. Wahai jiwaku, tidakkah kamu malu kepada Allah Swt? Dengan nikmat-Nya yang demikian banyak, yang diminta maupun tidak, tidakkah kamu bersyukur kepada-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an?
4. Wahai jiwaku, sadarkah kamu ketika Allah Swt dan Rasulnya mengajak dirimu memperbanyak hidup bersama Al-Qur’an? Untuk siapakah manfaat amal tersebut? Apakah kamu mengira bahwa dengan banyak membaca Al-Qur’an maka kemuliaan Allah dan Rasul-Nya menjadi bertambah? Dan sebaliknya, jika kamu tidak membaca Al-Qur’an, kemuliaan itu berkurang? Sekali-kali tidak. Semua yang kita baca dan lakukan, kitalah yang paling banyak mendapatkan manfaatnya.
5. Wahai jiwa, tidakkah kamu merasa khawatir dengan dirimu sendiri? Selama ini hidup tanpa al-Qur’an, jatah usia makin sedikit, tabungan amal shalih masih sedikit, jaminan masuk surga tak ada di tangan. Sampai saat ini belum mampu tilawah rutin satu juz per hari, jangan-jangan Al-Qur’anlah yang tidak mau bersama dirimu karena begitu kotornya dirimu sehingga Al-Qur’an selalu menjauh dari dirimu.
6. Wahai jiwa, tidakkah engkau tergiur untuk mengikuti kehidupan Rasulullah Saw dan para sahabat serta tabiin yang menjadi kenangan sejarah sepanjang zaman dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an? Jika hari ini kamu masih enggan berinteraksi dengan Al-Qur’an apa yang akan dikenang oleh generasi yang akan datang tentang dirimu?
Ungkapan di atas adalah perenungan terhadap diri sendiri dalam urusan dunia dan akhirat, hal yang dianjurkan oleh Allah Swt agar hidup kita tidak berlalu begitu saja tanpa makna.
"...Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu supaya kamu berfikir. Tentang dunia dan akhirat..." (QS Al-Baqoroh :219-220)

Senin, 14 Oktober 2013

Aksi Nyata Sebagai Bukti Para Pemuda Terhadap Sumpah Pemuda

Sebagai pemuda bangsa tentu saja kita sudah tidak asing lagi dengan peristiwa “Sumpah Pemuda”. Sayangnya bukan karena setiap warga negara memiliki rasa nasionalisme yang besar, akan tetapi karena peristiwa tersebut ada pada mata pelajaran sejarah sekolah menengah. Penjelasan panjang lebar mengenai peristiwa tersebut telah dijelaskan oleh guru kita. Walaupun persitiwa tersebut masuk dalam mata pelajaran sejarah di sekolah-sekolah, kita juga belum tentu dapat mengingat setiap kejadiannya. Yang namanya Sumpah Pemuda, tokoh utamanya tentu saja para pemuda. Perlu kita ketahui bahwa Pemuda merupakan aset masa depan bangsa yang amat bernilai dan merupakan benih-benih unggul yang akan menjadi pohon besar yang meneduhkan suatu saat nanti. Tidaklah mengherankan jika dalam sebuah pidatonya, founding fathers Republik Indonesia, Soekarno mengatakan: "Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia." Kita, para pemuda Indonesia memiliki tanggung jawab besar kepada para pendahulu kita untuk terus memajukan negara dan menjaga kemerdekaan NKRI yang telah susah payah mereka perjuangkan di masa lampau. Pemuda Indonesia telah menunjukkan sepak terjangnya dan banyak menorehkan tinta emas dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Salah satunya yang fenomenal adalah Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, yang merupakan suatu langkah besar untuk mempersatukan Indonesia menjadi satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, yakni Indonesia. Sumpah itu bukanlah sekedar kata-kata semu tanpa makna, melainkan sebuah ikrar yang agung dari para pemuda Indonesia untuk senantiasa mengutamakan rasa nasionalisme dan menjunjung tinggi persatuan. Sebagai contoh dalam peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia. Di dalam Sumpah Pemuda itu tersimpan sebuah tekad yang kuat dalam merintis sebuah kemerdekaan. Dan kemerdekaan yang telah lama dinanti-nanti oleh bangsa Indonesia, akhirnya terwujud pada 17 Agustus 1945. Dalam peristiwa ini pemuda sangat berperan penting. Para pemuda seperti Chairul Saleh, Sukarni, Wikana dan pemuda lainnya dari Menteng menculik Soekarno dan Hatta dari Rengasdengklok dengan tujuan untuk menghindarkan beliau berdua dari pengaruh penjajah Jepang dalam memproklamasikan kemerdekaan. Semangat dan keberanian dari para pemuda itulah yang membuka gerbang perubahan. Contoh aksi pemuda yang memberikan perubahan berikutnya adalah peristiwa jatuhnya Soekarno dari kursi kekuasaan Orde Lama. Organisasi pemusda seperti KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia), KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia) dan KASI (Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia) memberikan peranan yang tidak main-main dalam menumbangkan Orde Lama dan membentuk Orde Baru. Beberapa tokoh mahasiswa atau pemuda yang terlibat diantaranya Cosmas Batubara, Yusuf Wanandi, Sofyan Wanandi, Akbar Tanjung dan tentu saja Soe Hok Gie yang merupakan salah pemimpin aksi demonstran di lapangan yang terkenal. Buku catatan harian Soe Hok Gie yang berjudul ‘Catatan Seorang Demonstran’ telah banyak mengilhami generasi muda dan bahkan telah difilmkan. Peristiwa Reformasi 1998 dengan ambruknya Orde Baru Soeharto adalah aksi pemuda berikutnya yang memberikan perubahan besar di Indonesia. Gerakan oleh mahasiswa ini adalah gerakan intelektual yang diwujudkan dengan turun ke jalan-jalan karena saluran-saluran demokratis seakan telah ditutup oleh pemerintah saat itu. Kanal-kanal demokrasi di Orde Baru telah ditutup dan dialihkan demi melanggengkan kekuasaan. Saat suara masyarakat dan publik tidak lagi dipedulikan dan terjadi banyak penyelewengan, KKN, dan terpuruknya perekonomian yang membuat rakyat amat menderita, sementara banyak pejabat, konglomerat dan kroni-kroninya hidup mewah bergelimangan harta. Saat melihat ketimpangan itu, maka saat itu pulalah mahasiswa bergerak. Namun mari kita lihat kenyataan yang ada saat ini. Apakah sumpah pemuda tersebut masih tetap kita jalankan? Sebagai contoh, marilah kita membahas tentang masalah penggunaan bahasa persatuan kita, bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia seakan sudah menjadi pajangan saja di zaman yang semakin modern ini. Penggunaan bahasa yang tidak benar dan salah kaprah sudah menjadi makanan sehari-hari kita, yang tersaji setiap hari di media-media entertainment, seolah-olah mencoba menghilangkan jejak dari bahasa Indonesia dari bumi pertiwi ini. “Ciyuss..Myapah...” adalah contohnya. Sebagian besar orang kini sudah menggunakan kata-kata yang sangat alay tersebut. Mereka nampaknya telah melupakan poin penting ketiga dalam sumpah pemuda, yaitu 'menjunjung bahasa persatuan, bahasa indonesia.' Sungguh ironis bukan? Dahulu para pemuda berjuang dengan keringat bercucuran bahkan hingga bertaruh nyawa agar seluruh masyarakat Indonesia mengenal Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, namun ironisnya sekarang para pemuda gemar menggunakan bahasa-bahasa yang tidak jelas untuk berkomunikasi satu sama lain. Sepertinya sudah cukup bagi kita untuk membahas ironi tersebut. Sekarang marilah kita membahas tentang aksi kita terkait dengan Sumpah Pemuda ini. Sudahkah kalian, para pemuda, mempersembahkan sesuatu yang berharga untuk Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan ini, tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Jujur saja, sampai saat ini saya sebagai penulis mengakui bahwa belum ada yang bisa saya berikan kepada negara Indonesia tercinta. Tidak usah jauh-jauh, pada kelurahan saya sendiri saja saya belum bisa memberikan kontribusi berarti. Tapi janganlah kita berkecil hati, tak ada rotan akarpun jadi. Jika kita tidak bisa melakukannya secara langsung, lewat apa yang kita tuliskan ini sesungguhnya bisa jadi merupakan salah satu bentuk aksi kita. Menulis adalah tali pengikat dari ide-ide dalam pikiran kita. Menulislah, dan orang lain akan membaca pemikiran kita. Dengan menuliskan sesuatu yang bermanfaat, seperti menulis artikel ilmiah, membuat karya tulis ilmiah, tulisan-tulisan lepas pada surat kabar, kita bisa menyumbangkan ide-ide yang kita miliki untuk memajukan bangsa. Banyak ajang untuk berkarya dalam bidang tulis menulis, misalnya Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), lomba karya tulis ilmiah, dan lain sebagainya. Kalau kita merasa bahwa menulis saja tidaklah cukup, kita pun bisa menggunakan tenaga, ide, dan pikiran kita, lalu diwujudkan dalam bentuk program-program yang bermanfaat bagi masyarakat. Yang mampu memberdayakan masyarakat kita. Sehingga masyarakat kita menjadi mampu untuk bergerak, maju, dan bahkan ikut memberikan sumbangsihnya seperti yang telah kita lakukan. Kalau salah seorang dari pemuda kita ada yang bukan pelajar –misalkan atlet- maka salah satu bentuk aksi nyata yang mungkin adalah dengan meraih prestasi dalam suatu kompetisi, lebih-lebih jka kompetisi tersebut bertaraf nasional ataupun internasional. Jika bicara tentang pemberian kita terhadap negara, saya teringat dengan quotes yang terkenal dari Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy yang sering sekali dikutip oleh Ir. Soekarno, yang bunyinya: "Don’t  ask what your country can do for you, but ask what you can do for your country” (jangan tanyakan apa yang telah negara berikan kepadamu, bertanyalah apa yang telah kamu berikan untuk negaramu). Kita pun bisa ikut terlibat aktif dalam menghadapi isu-isu pemerintah dengan langsung bertemu dengan pihak yang bersangkutan. Ikut dalam organisasi yang menaruh perhatian besar terhadap isu-isu negara dan menjadi penghubung antara negara dengan masyarakat bisa menjadi opsi berikutnya yang bisa kita pilih. Kalau kita ingat-ingat kembali pelajaran Kewarganegaraan yang kita terima saat Sekolah Dasar dahulu, kita pernah mempelajari dan mengetahui hal-hal apa saja yang dapat dilakukan oleh para pemuda dan pelajar untuk mengisi kemerdekaan yang telah kita capai. Sebenarnya hal itu tidaklah jauh berbeda dengan apa yang kita bahas sekarang tentang aksi nyata kita dalam memaknai Sumpah Pemuda. Dulu kita belajar bahwa cara yang tepat bagi seorang pelajar untuk mengisi kemerdekaan adalah dengan belajar yang tekun dan sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Kita sebagai pemuda (yang rata-rata sudah mahasiswa) tentulah tidak hanya belajar tekun, namun kita juga dituntut untuk menerapkan dan mengamalkan ilmu yang telah kita dapatkan di bangku pendidikan ke dalam lingkungan masyarakat. Sekedar opini, masa depan Indonesia adalah ketika generasi ini menyiapkan generasi muda yang mempunyai karakter tangguh, ulet, tekun, sabar, berkarakter serta bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa. Selain itu, Indonesia juga amat membutuhkan pemuda-pemudi yang cerdas, amanah, kreatif, peduli pada masyarakat, dan mampu memimpin bangsa dan negara dengan niat dan jiwa yang bersih alias antikorupsi. Pemuda dengan kriteria tersebut adalah hal yang sangat dibutuhkan bangsa ini di tengah carut-marut kehidupan dan politik negeri yang kompleks. Apakah kita hanya akan terus menunggu kedatangan pemuda harapan bangsa itu? Tentu tidak. Justru kitalah yang harus memulainya. Kawan, kita adalah pemuda-pemudi Indonesia, tidak cukup hanya dengan kata-kata saja, aksi kita sangatlah diperlukan untuk mengontrol serta membangun bangsa ini ke arah yang lebih baik. Para anggota dewan yang (katanya) merupakan wakil rakyat ternyata belum cukup untuk menjadi suara rakyat. Ironisnya, kenyataan menunjukkan banyak wakil rakyat yang justru malah menjadi duri bagi rakyat. Sudah saatnya bagi kita untuk menghentikan keadaan ini agar tidak makin parah. Indonesia membutuhkan aksi nyata kita, para pemuda, dalam memperbaiki, membangun, memajukan, dan menyejahterakan bangsa kita tercinta dalam menghadapi masa depan yang  semakin  kompleks  dan penuh tantangan.

Minggu, 15 September 2013

Engineering Drawing, Why Must?

Today, together along with the advance of the industrial engineering’s discipline sciences and the increasing request fothe human resources capable in the industrial affairs, especially in creating the high quality entrepreneurs, therefore we need to learn and understand all the subjects related to industrial engineering. As the students of industrial engineering major, we learn not only the scientific stuffs like engineering, mathematics, but also the social stuffs like management, economics, and communication skills. But, our focus is to learn about industrial process, also known as the process of changing raw materials into value-added things and everything related with it, and entrepreneurship.In industrial engineering, there is a subject called engineering drawing (or technical drawing). However, some of our students often ask why they learning drawing something while they should had focused in entrepreneurial stuffs.Maybe that is a sceptic question. As we know, when entrepreneurs want to make their products, they need to draw. A product before it is created, it must be designed at very first time. Because the design contains important things like the format, shape, and size of the product, sum of materials needed, how it will be created, even the goodness and badness of the product itself.If we do not have any design, our products are possible to go out from our wish.To design them, we need to know engineering drawing. Engineering drawing comes out as one of efficient communication media among engineers and it can be recorded for design process. A technical drawing is much more effective than a written plan [1].In other words, drawings are “engineering language” or “the language for engineers” [2]. Technical drawings allow engineers to create designs, make some calculation from it, and work with manufacturers. The competency to understand and work with technical drawings is a necessary skill on the way to become an expert in this scope [3]. However, the main point in studying engineering drawing is how we can imagine the real things and its real aspects in the picture, and then converting our imagination into drawings.
In learning engineering drawing, we will obtain abilities and learn four main essences. They are the ability to gather information (information gathering), the ability to generate ideas (idea generation), the ability to enhance concepts(concept enhancement), and design visualization [4]. The first essence is information gathering. It includes looking for, collecting, and understanding the product’s picture data [4]. This can be done by creative thinking process, looking for informations about the product everywhere possible (such as from TV, mass media, internet, etcetera) or even comparing the own product with the competitors’. This is the first step of engineering drawing and could not be simply and easily skipped since the factory would not be able to create the best concept and design for their products if they do not have sufficient information about the product they are going to make.Collected informations are recognized, analyzed, reliably proven and understood afterwards, so that we can use only the useful ones to create the design of our product. In the industrial engineering, information gathering process can bring more benefits, such as when the industrial engineers look for the information in analyzing factory process, and causes of problems that happen in their factory.
The second essence is idea generation. It includes mining and expressing product design ideas [4]. After obtaining information gathered from the gathering process, created ideas should be converted into a sketch as a concept, and a good understanding of projection is needed here to represent what we want to do with this concept later. This concept has an important role to the next step. If we can not create our idea into the first sketch, we will never gain the real design of the things or product which will be produced. And all we have done in the first step will be useless. The industrial engineers must be able to drive their idea into the realness. In the entrepreneurship, the industrial engineers always face several options of decisions, and they have to decide which are the best for their success later. The first concept can not be only one; we should make more. So, when one of the concepts fails, we can choose another among the concepts we have crated. However, choosing the best concept is not easy. We should be able to think forward and analyze the benefits and the disadvantages of each one. So, the possibility to error can be decreased and depressed as soon as possible.
After getting a concept, what we have to do is to enhance it into a final and perfect one through the step called concept enhancement. Concept enhancement includes enhancing product design concepts appropriately with international standard of engineering drawing [4]. Before we develop the concept, we need to understand the details about the product’s size, shape, units, and the tolerance limits permitted for the mistakes.It is intolerable if the industrial engineers produce the same products with the different shape and size. Maybe some are tolerable, but only at the slight differences. It is called the tolerance limit.This process influences the popularity and the function of the products in the society, especially in the today’s industrialization era.
And the final essence, the last step required to do in engineering drawing is design visualization. It includes creating product design into a more complete and communicative picturing [4]. Things required here is making the enhanced concept into the real product. We have to master the rule of product’s configuration, simplifying and/or fixing the picture, the link of the picture, and the using of the Computer Aided Design. The design of the product will be useless if the concept is not transformed into the real and useful thing. This is one important point that the industrial engineers must have, they have to think rationally and they must have a habit to accustom themselves to make their ideas come true and never let their ideas only exist in their mind.

That is all the benefits and the function of the engineering drawing in the industrial engineering. We can conclude that the design of the products is the first step of product manufacturing process. The arranging of the product’s design by the designer can be reached through some steps in the long designing process. Those all will we learn in engineering drawing. Therefore, engineering drawing is needed and important in industrial engineering, especially for our industrial engineers who want to be the high-quality entrepreneurs.


References :
[2] Sato, Takeshi G., and N.Sugiharso H., Menggambar Mesin Menurut Standar ISO, Pradnya Paramitha, 1996.

[4] Anggrahini, Dewanti. 2013. Introduction to Engineering Drawing, formal class lecturing on September 13th, 2013